Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
SOMBONG, takabbur, atau merasa diri besar adalah masalah yang
sangat serius. Kita harus berhati-hati dengan persoalan ini. Sebab kesombongan
inilah yang menyebabkan setan terusir dari surga dan kemudian dikutuk oleh Allah
selamanya. Hadirnya rasa takabbur sangat halus sekali. Banyak orang telah merasa
tawadhu (rendah hati) padahal dirinya di mata orang lain sedang menunjukkan
sikap takabburnya. Tentang sikap takabbur ini Rasulullah SAW bersabda: Tidak
akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu.
(HR Muslim). Allah benar-benar mengharamkan surga untuk dimasuki
orang-orang takabbur. Takabbur hanya layak bagi Allah yang memang memiliki keagungan
sempurna. Sedang seluruh makhluk hanya sekadar menerima kemurahan dari-Nya.
Penyakit takabbur memang benar-benar seperti bau busuk yang tidak
dapat ditutup-tutupi dan disembunyikan. Orang yang mengidap penyakit
ini demikian mudah dilihat oleh mata telanjang orang awam sekalipun
dan dapat dirasakan oleh hati siapapun.
Perhatikan penampilan orang takabbur! Mulai dari ujung rambut, lirikan
mata, tarikan nafas, senyum sinis, tutur kata, jumlah kata, nada
suara, bahkan senandungnya pun benar-benar menunjukkan keangkuhan.
Begitupun cara berjalan, duduk, menerima tamu, berpakaian, gerak-gerik
tangan bahkan hingga ke jari-jari kaki. Semuanya menunjukkan gambaran
orang yang benar-benar buruk perangainya.
Ada pertanyaan menarik. Pantaskah sebenarnya orang bersikap takabbur,
jika seluruh kebaikan pada dirinya semata-mata hanya berkat kemurahan
Allah padanya? Padahal jika Allah menghendaki, dia bisa terlahir
sebagai kambing. Tentu saja saat itu tidak ada lagi yang bisa
disombongkan. Atau kalau Allah mau, dia bisa terlahir dengan kemampuan
otak yang minim. Bahkan jika Allah takdirkan dia lahir di
tengah-tengah suku pedalaman di hutan belantara, maka pada saat ini
mungkin dia tengah mengejar babi hutan untuk makan malam. Apa lagi
yang bisa disombongkan?
Marilah kita berhati-hati dari bahaya kesombongan ini. Jika
penyakit ini datang pada kita, kita akan sengsara. Langkah kehati-hatian ini
bisa dimulai dengan mengenali ciri-ciri kesombongan. Rasulullah SAW bersabda:
Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia. (HR
Muslim). Jika dalam hati kita ada satu dari dua hal ini, atau kedua-duanya
ada, itu pertanda kita telah masuk dalam deretan orang-orang sombong.
Sebagian orang ada yang merasa dirinya paling mulia, baik, salih,
dekat pada Allah, dikabul doanya, berkah urusannya, dan lainnya.
Ketika ada kebaikan lalu kita laporkan padanya, dia berkata: Oh, siapa
dulu dong yang mendoakannya? Dan ketika kita datang padanya dengan
keluhan berupa musibah, dia berkata: Ah, itu sih tidak aneh, saya
pernah mengalaminya lebih parah dari itu.
Ini adalah gambaran kesombongan. Orang merasa diri lebih dekat
pada Allah, lalu memandang orang lain dengan pandangan yang merendahkan. Perilaku
seperti ini jika diteruskan akan merugikan pelakunya. Hakikatnya, semua kebaikan
dan keburukan terjadi karena izin Allah. Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa semuanya
(kebaikan dan keburukan itu) adalah dari sisi (atas takdir) Allah. (QS An Nisaa
4:78). Kita tidak berdaya membuat kebaikan dan keburukan jika Allah tidak menghen
daki hal itu terjadi. Sekalipun berupa doa atau puasa, tidak bisa dijadikan
alasan bahwa kita punya kuasa atas kebaikan dan keburukan. Wallahu alam***
------------------------
(Kolom Manajemen Qolbu, Harian Kedaulatan Rakyat Selasa, 01 Juli 2003)
(Kolom Manajemen Qolbu, Harian Kedaulatan Rakyat Selasa, 01 Juli 2003)
0 komentar:
Posting Komentar