Judul
di atas kelihatannya sangat kontradiktif dengan salah satu pepatah
yang berbunyi; "Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit", tul ngga?
Tapi nggak perlu ditanyakan lagi sama penulisnya, karena memang judul
tersebut kontradiktif sekali dengan pepatah tersebut. Walaupun demikian
penulis tidak bermaksud untuk memelesetkan pepatah tersebut, apalagi
menjadikannya sebagai bahan lawakan garing yang lucunya nggak pernah
Timbul, Mandra, Tesi, Tarzan, Omas, de..el..el..apalagi sekarang sudah
ada Luna Maya. He..he..garing ye...? (nggak perlu dipertanyakan lagi,
emang garing!)
Pepatah yang penulis pelesetkan tersebut sering kita maknai sebagai sebuah cerminan bagaimana pentingnya menabung for our better life in the future.Tetapi sesungguhnya pepatah itu nggak sekedar berbicara tentang hidup hemat or
ketekunan menabung. Pepatah tersebut bisa mencerminkan tentang sesuatu
yang lebih berharga dari sekedar sekantung kepingan uang, yaitu amal
kebaikan. Bila kita mampu mengumpulkan kebaikan-kebaikan dari
tindakan-tindakan kecil kita, maka kita akan merasakan kebesaran dalam
jiwa kita. Ucapan terima kasih sesungging senyum, sapaan ramah, atau
pelukan bersahabat (WARNING: Sangat dilarang bila dilakukan oleh
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya....!!!), adalah tindakan
yang mungkin sepele saja. Namun bila dilakukan dengan penuh kasih
sayang, ia akan jauh lebih berharga daripada bukit tabungan kita.
Dan ingat dengan firman Allah Swt dalam ayat ke-7 surat Al-Zalzalah:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. Al-Zalzalah: 7)
So...hanya
amal kitalah yang membuat kasih sayang-Nya diberikan kepada kita,
sehingga Allahpun meridokan surga-Nya untuk kita tempati.
Ini
pun berlaku dengan perbuatan-perbuatan yang akan membuat kita
terpuruk, seperti menyepelekan masalah aqidah, ibadah, mumalah,
politik, prilaku, dsb. Sebagai contoh adalah dalam hal aqidah,
kebanyakan dari kita terlalu memandang bahwa belajar tentang aqidah itu
cukup dengan menghafal rukun iman saja, sehinga kita malas untuk
mempelajarinya lebih dalam lagi. Dan ketika ada sebuah golongan yang
menyimpang contohnya Ahmadiyah, JIL, dsb, orang yang tidak tahu dimana
letak kesesatannnya karena tidak mau memepalajarinya malah akan heran
dengan kelompok-kelompok yang menentang tersebut. Sehingga jangan heran
kalau ada dari sebagian mereka yang mengatakan; "Kok mereka ditentang
sih, bahkan dimusuhi, kan sama-sama orang Muslim juga!", bahkan ada
yang membela dan melindunginnya.
Hal tersebut
sangat berbahaya dan membahayakan aqidah umat Muslim. Bagaimana tidak,
golongan yang sesat dan bila kita membenarkannya, maka kita akan
termasuk kedalam kelompok mereka juga bukan? Ini terjadi terhadap
sebagian besar masyarakat kita karena terlalu menyepelekan dalam
mempelajari aqidah Islam.
Dalam masalah
poliltik, kita sudah tahu bahwa sistem yang digunakan oleh kita saat
ini adalah sistem buatan yang manusia yang tidak bisa terlebas dari
sifat relatif dan oportunis yang membuatnya, tetapi masih tetap saja
digunakan oleh pemerintah kita, dengan alasan bahwa semua itu tidak ada
pertentangannya dengan hukum Islam, banyak sekali ulama yang
mengatakan demikian (mudah-mudahan mereka dalam keadaan lupa). Padahal
akibat dari penerapan sistem thagut ini sudah ditampakan dengan jelas
oleh Allah. Tapi dasar manusia...
Pada awalnya
kita menganggap sistem buatan manusia itu tidak ada pertentangannya
dengan syari'at Islam, kemudian dicoba, kemudian digunakan, dipelajari
dan disebarkan, setelah itu menganggap bahwa sistem itu dianggap harga
mati bagi bangsa ini dengan mengesampingkan sistem buatan Tuhan yang
seharusnya lebih pantas digunakan oleh manusia. Bahkan tidak sedikit
para intelektual yang mengaku Islam menganggap bahwa Sistem Islam sudah
tidak layak lagi digunakan dan sangat mengancam kedaulatan negara.
Tidak sombongkah jika manusia menganggap sistem buatan Tuhan-Nya
dianggap tidak layak untuk mengurusi urusan dirinya. Naudzubillah.
Dalam
masalah muamalah, karena negara ini pada awal didasari bukan oleh
sistem Islam yang valid, sistem yang adil yang dibuat Allah Swt Yang
Maha Adil. Yang haram dianggap halal bukan menjadi soal lagi, yang
subhat jadi biasa bukan masalah lagi, asalkan tidak bertentngan dengan
undang-undang dan mendapat ijin dari pemerintah, hal tersebut tidak
menjadi persoalan. Apakah ini masalah kecil?
Dalam
prilaku umat manusia perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
agama dianggap menjadi budaya, freesex, pergaulan bebas, cara
berpakaian asalkan tidak mengganggu kepentingan umum dan atas dasar
suka sama suka itu diperbolehkan, bahkan dalam hal pelacuran, asalkan
dilokalalisasi oleh pemerintah hal tersebut menjadi perbuatan legal
(diiklanin lagi, misalnya dengan ditayangkannya iklan [maaf] kondom dan
disarankan agar orang yang melakukan perbuatan zina memakainya agar
tidak terjadi kehamilan dan tertular penyakit kelamin). Apakah ini
masalah sepele?
Ya... begitulah. Sedikit demi
sedikit lama habis, bila kita terlalu menganggap enteng masalah akidah
dan perbutan maksiat. Lama-kelamaan diri kita akan menjadi biasa,
setelah biasa kita akan lupa bahwa perbautan tersebut adalah perbuatan
yang sangat dibenci oleh yang menciptakan kita. Dan kita tidak sadar
kalau keimanan kita pun habis terkikis olehnya. Ditambah lagi dengan
ketidak pedulian kita terhadap masalah agama. Maka kecelakaanlah yang
akan menimpa kita, penyesalan yang tidak berujungpun kita alami
dikemudian hari, dihadapan Tuhan yang telah menciptakan kita.
Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Al-Zalzalah: 8)
Untuk
itu kita jangan terlalu menyepelekan perbuatan kecil di mata kita,
karena dihadapan-Nya itu akan menolong kita dari murkanya. Dan jangan
sekali menganggap hal sepele tentang kemaksiatan dan kemungkaran karena
nanti hal tersebut justru bisa menjerumuskan kita kedalam jurang
kenistaan.
Bila orang bijak bisa mengatakan
'sekikit demi sedikit lama-lama jadi bukit', orang tak bijak pun bisa
mengatakan 'sedikit demi sedikit lama-lama habis'.
0 komentar:
Posting Komentar